Diskusi sifat tangan [bagi Allah] VS kuasa






Seorang Sheikh yang bermanhaj isbat dalam ayat-ayat mutasyabihat datang berjumpa Sheikh Sa’id Fudah untuk berdebat dengan beliau dalam masalah ayat-ayat mutasyabihat dan ia ingin menolak konsep ta’wil dan tafwidh dalam bermuamalah dengan ayat-ayat mutasyabihat tersebut.

Sheikh Sa’id Fudah (SF): “Silakan wahai tuan, untuk berbicara mengenai hal itu”

Sheikh Manhaj Isbat/Salafi Wahhabi (SW): “Baiklah. Saya mau katakan bahwa, manhaj salaf dalam memahami ayat mutasyabihat ialah isbat, menetapkan makna hakiki kepada lafaz-lafaz tersebut”

SF: “ Oooh, tuan menolak ta’wil sama sekali terhadap lafaz-lafaz tersebut?”

SW: “Ya benar. Tidak boleh memalingkan makna lafaz-lafaz tersebut dari makna hakiki”.

SF: “Walaupun dalam sudut apapun daripada beberapa sudut dalam perbahasan kaedah ilmu bahasa Arab, itu tidak boleh ?”

SW: “Tidak sama sekali! Lafaz tersebut tidak boleh di bawa kepada makna lain dalam ayat-ayat tersebut”.

SF: “Kalau begitu, tuan tidak menerima bahwa Yad (dalam Bahasa indonesia berarti tangan) Allah tidak boleh diartikan dengan kekuasaan sama sekali?”

SW: “Tidak boleh sama sekali!”jawabnya secara “onfiden”

SF: “Kalau begitu, ada sepotong hadith sahih berbunyi, Allah s.w.t. menciptakan Adam a.s. dengan yadd (tangan) Allah s.w.t.. Jadi, kalau kita tidak boleh mengArtikan sama sekali, yad dengan arti kekuasaan, berarti tangan dan kekuasaan itu dua sifat yang berlainan/berbeda. Tangan suatu sifat yang lain, sedangkan kekuasaan juga adalah sifat yang lain. Jadi, dari cara femahaman tuan yang demikian, saya menantag kiranya tuan sanggup mengatakan bahwa: “Allah s.w.t. menciptakan Adam a.s. dengan yadd (tangan)Nya, bukan dengan kekuasaanNya.” karena tangan tidak boleh diartikan dengan kekuasaan sama sekali. Jadi, sudikah kiranya tuan mengatakan bahwa, Allah s.w.t. tidak menjadikan Adam a.s. dengan kekuasaanNya, tetapi dengan yadNya?”

Maka, terdiamlah seketika itu sheikh Manhaj Isbat tersebut lalu berkata: “beri saya waktu untuk berfikir dan merenung dahulu atas pendapat saya ini.”

Terdiam juga para hadirin yang mendengar pembahasan ringkas tersebut, yang mana mereka terdiri daripada pengikut Sheikh tersebut.

Allah s.w.t.-lah yang mendhahirkan kebenaran dan menutup kebatilan dengan izin dan kuasaNya.

Rujuk buku “Naqd risalah At-Tadmuriyah”karangan Sheikh Sa’d Fudah sendiri.

Penjelasan ringkas:

Sheikh manhaj Isbat tersebut itu mencoba menolak konsep majoritas ahlus sunnah wal jamaah sejak dahulu yaitu manhaj ta’wil dan tafwidh. Konsep Isbat ialah konsep yang menetapkan makna asal bahasa bagi perkataan yang yang samar tersebut, dan mengingkari makna lain atas lafaz tersebut, walaupun pada hakikatnya, Bahasa Arab kaya dengan kiasan dan majazi.

Tatkala Sheikh tersebut mengklaim, tidak boleh lafaz-lafaz mutasyabihat seperti yad (tangan), wajh (wajah) dan sebagainya yang dinisbahkan kepada Allah s.w.t., dengan makna-makna lain selain dari maknanya yang asal dari sudut bahasa, maka muncul satu kelemahan besar bagi yang mendhahirkan kepalsuan manhaj isbat itu sendiri iaitu, menafikan majaz (kiasan) dengan menolak adanya makna lain di balik makna bahasa, seolah-olah Al-Qur’n dan Hadith miskin dari kiasan sedangkan keduanya mengandung sastera Arab tertinggi nilainya.

Jadi, disebabkan sejak dari awal , Sheikh menafikan konsep ta’wil, dengan menafikan makna lain daripada makna lafaz tersebut dari sudut bahasa.

Contohnya, Yad (tangan) Allah s.w.t. perlu diartikan dengan makna bahasa juga, dan tidak boleh dikaitkan dengan makna-makna lain walaupun sesuai dengan kaedah bahasa Arab.

Jadi, apabila mereka berhadapan dengan hadith “Allah s.w.t. menciptakan Adam a.s. dengan yad (tangan)Nya… Apabila disuruh untuk mengatakan bahwa: “Allah s.w.t. menciptakan Adam a.s. dengan yad (tangan)Nya, bukan dengan kekuasaanNya, karena kuasa dan yad tidak boleh diartikan sama sekali menurutnya, maka dia terdiam.

Mengapa? Bukankah dia begitu yakin bahawa Yad tidak boleh sama sekali di bawa kepada arti kekuasaan? Mengapa dia tidak berani mengungkapkan: Allah s.w.t. menciptakan Adam a.s. dengan yad (tangan)Nya, bukan dengan kekuasaanNya??”

Hal ini karena, kalau Sheikh menafikan penciptaan Adam a.s. dari kekuasaanNya, itu mustahil karena seluruh makhluk diciptakan dengan kekuasaan Allah s.w.t.  itulah yang dimaksudkan dengan Allah s.w.t. yang Maha Berkuasa.

Oleh sebab itu, dalam masalah ini, dia terperangkap antara manhaj isbatnya sendiri dengan aqidah Islam yang sahih (iaitu Allah s.w.t. menciptakan Adam a.s. juga dengan kekuasaanNya). Jadi, beliau akhirnya mengakui kerapuhan manhaj isbat itu sendiri secara ridak langsung, karena kalau menafikan ta’wil berarti, Yad tidak boleh diartikan dengan kuasa sama sekali, dan hal ini menyebabkan seseorang terjerumus dalam mengisbatkan satu sifat (yad) dengan terpaksa menafikan sifat lain seperti qudrah walaupun tidak mustahil dari sudut bahasa, dalam hadith tersebut, yad itu boleh diartikan dengan qudrah (kekuasaan) Allah s.w.t..

Semoga Allah s.w.t. memberi hidayah kepada kita dalam memahami ilmu-ilmuNya.
 ====================================================
Tanya jawab
Wahabi berkata: ya JELAS Allah menciptakan dengan tangan-NYA..dan juga kekuasaannya..kalau dengan TANGAN-NYA (diserahkan maknanya kepada Allah) itu dikatakan tasybih..apakah kuasa itu tidak tasybih? manusia juga berkuasa..

Komentar: Telah berkata salafus soleh:" Pertanyaan yang baik baik itu, pintu ilmu pengetahuan"...

Kalau niat anda utk mencari kebenaran dengan pertanyaan tersebut, tanpa ta'assub dengan pihak manapun, lalu menjadikan Al-Qur'an, As-Sunnah, dan perkataan salafus-soleh yang termaktub dalam turath yang muktabar sebagai rujukan, insya Allah, Allah s.w.t. akan memberi femahaman kepada anda dengan faham yang sebenar.

Ta'asub itu akan menutup pintu ilmu. Jika niat ingin mendapatkan kebenaran, dan menuntut ilmu, maka sangat2 di anjurkan, dan semoga Allah s.w.t. membantu kita dalam menuju kebenaran.

Dalam dialog itu, Sheikh Sa'id Fudah berbincang tentang penciptaan Nabi Adam a.s. secara khusus karena ia bicara tentang hadith yang dibincangkan. Hadith menyebutkan: "dengan tangan (jika difahami dengan makna dari sudut bahasa seprti golongan tajsim)". Maka, kalau tangan itu bukan kuasa seperti femahaman golongan tajsim, maka dia perlu menetapkan satu makna saja, apakah tangan ataupun kuasa dalam hadith ini, karana dlam hadith ini menyebut satu lafad saja, iaitu yadd lalu difahami dengan tangan oleh golongan tajsim.

Kalau berani menetapkan yadd bukan kuasa, maka tidak boleh menetapkan tangan dan kuasa dalam hadith ini kerana hadith ini sebut "yadd" saja. Tambahan kuasa bagi "yadd" (tangan menurut mujassimah) tidak disebutkan di dalam hadith ini. Maka, menambahkannya adalah bid'ah, kecuali memahami yadd sebagai kuasa juga, yang sesuai dengan kaedah kiasan bahasa Arab itu sendiri.

kata anda: "kalau dengan TANGAN-NYA (diserahkan maknanya kepada Allah)" ungkapan ini memiliki kerancuan,karena: 

Pertama: kalau saudara berkata: lafaz "TANGAN-NYA" lalu diserahkan maknanya kepada Allah, berarti lafaz TANGAN-NYA itu disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, tetpi tidak diketahui maknanya.

Tapi, lafaz tangan-Nya itu tidak ada di dalam Al-Qur'an ataupun As-Sunnah. Yang ada hanyalah  lafaz "yadd". Tangan-Nya ialah terjemahan daripada yadd dari sudut maknanya mengikut bahasa Arab.

Kalaulah lafaz yadd itu di tetapkan, tanpa diterjemahkan kepada tanganNya, maka itu baru maksudnya: "diserahkan maknanya kepada Allah". Tapi, kalau anda sudah menterjemah yadd kepada tangan, tiba2 berkata "diserahkan maknanya kepada Allah" berarti anda tidak tahu makna apa yang anda katakan.ngomong tangan tanpa makna..

karana, sesuatu terjemahan itu tidak akan berlaku kalau kamu tidak tahu makna lafaz tersebut. Bagaimana kamu mengaku menyerahkan makna "yadd" kepada Allah tapi dalam  waktu yang sama kamu menterjemahkan yadd kepada tangan? Terjemahan tangan daripada yadd hanya berlaku jika kamu tahu makna "yadd" itu sendiri, yaitu kamu memahaminya dari sudut makna bahasanya, yakni satu anggota tubuh, lalu menterjemahkan yadd kepada tangan.

Para salafus-soleh dan al-asya'irah berbeda dengan taimiyyun (pengikut ibn Taimiyyah) dan mujassimah dari sudut, "memahami mutasyabihat dengan maknanya dari sudut bahasa.

Salafus-soleh tidak menetapkn makna apapun bagi yadd karana makna dhahirnya membawa kepada tajsim (menjisimkan Allah) lalu "menyerahkan maknanya kepada Allah".

Sebagian Al-Asya'irah juga tidak menetapkan makna dhahir bagi yadd karana ia membwa kepada tajsim, lalu mereka "menta'wilkannya dengan makna yang bertepatan dengan aqidah Islam dan bertepatan dengan konsep kiasan dalam bahasa Arb itu sndiri.

Adapun taimiyyun (pengikut Ibn Taimiyah) menetapkan "maknanya dari sudut bahasa" lalu memahami yadd sebagai tangan dari sudut bahasa, namun menyerahkan bentuk dan keadaan tangan tersebut kepada Allah.

Ini bertentangan dengan aqidah salafus-soleh dan Al-Asya'irah...

Pertama: saudara memahami yadd dari sudut bahasa,oleh sebab itu saudara menterjemahkan yadd Allah kepada tangan Allah, sedangkan salafus-soleh, termasuk Sufiyan bin Uyainah melarang seseorang menterjemahkan mutasyabihat ke bahasa asing sebab lafaz tersebut tidak diketahui maknanya.

Maksud "menyerahkan makna kepada Allah" berarti, seseorang tidak menterjemah dan memahami lafaz tersebut sama sekali, seperti seseorang menyerahkan makna "ALIF LAAM MIM" kepada Allah s.w.t..

Masalah Tangan memang membawa kepada menyerupakan Allah dengan makhluk karana menetapkan tangan dengan makna dhahir membawa kepada maksud kejisiman dan kejisiman adalah sifat makhluk.

Adapun menetapkan kuasa bagi Allah tidak membawa kepada kejisiman karena kuasa itu suatu sifat maknawi yang tidak ada bentuk, sedangkan tangan ialah suatu anggota daripada zat yang berbentuk. Berkata tentang kuasa berarti berbicar tentang sifat. adapun berkata tentang tangan berarti berbicara tentang zat sebab tangan itu dalam bahasa berarti anggota daripada zat.

Fahamilah bahasa terlebih dahulu. Rujuk pembahasan2 kami yang terdahulu dalam masalah ini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenazah Tidak Wajib dimandikan Jika Bisa Mandi Sendiri

Hukum Menggunakan Jalan Umum untuk Hajatan Pernikahan

Pelaku Bom Bunuh Diri Bukan Mati Syahid