Allah tidak dalam waktu bag 2
Dr Tahir ul-Qadriulama kelahiran Pakistan pemimpin gerakan Minhaj-ul-Quran |
Ketika kita sudah baca artikel Allah tidak dalam waktu ,maka waktu hanyalah utk ciptaan, Jadi misal "kita katakan bahwa bayi lahir atau diciptakan kemarin, nah elemen waktu "kemarin" adalah sifat waktu yang dibuat utk bayi, di mana sifat Allah adalah menciptakan bayi dengan "kemarin" sebagai salah satu waktu utknya,yakni makna yang terkait dengan keberadaannya .
Dengan kata lain, Allah tidak melewati keadaan waktu yang ada sebelum mencipta bayi dan juuga tdk setelah membuatnya, karena Dia tidak pada waktu.
Jika hal Ini di kaitkan pada ayat bahwa Allah mencipta semesta dalam 6 hari, berarti bahwa Allah tidak berubah selama enam hari di mana Dia menciptakan Langit dan Bumi.,yang berubah adalah ciptaan, hari-hari enam adalah untuk ciptaan.
Dengan demikian, Imam Abuu Manşuur Al-Maaturiidiyy mengatakan: "Suatu prinsip keyakinan yang mendasar adalah setiap kali lafad sifat di nisbatkan pada Allah , maka sifatNya adalah qodim:abadi (yaitu tanpa awal atau akhir). seperti sifat maha mengetahui, berkuasa dan berkehendak itu abadi tanpa awal dan tanpa akhir. Jika Dia menyebutkan sesuatu yang berkaitan dengan manajemen mencipta ciptaan-Nya atau perintahNya untuk itu, maka Allah menyatakan waktu tapi waktu ini untuk ciptaan, bukan untuk Dia. Misalnya : "Allah tahu dari azali bahwa Anda duduk di sini," atau "(duduk di situ) saat ini." maka pengetahuan Allah itu abadi tanpa awal atau akhir bahwa orang tersebut duduk sekarang di situ.... semua ini supaya orang tdk berpikir tentang "Bagaimana ciptaan di nisbatkan pada sifat pencipa yang kekal. [1]
An-Nasafiyy ulama tafsir madhab maturidiyah setelah Imam Al-Maaturiidiyy sendiri, mengatakan: "sifat-Nya yang kekal yakni sifat menciptakan tidak menjadikan adanya femahaman bahwa dunia ini kekal, karena hal yang mungkin ada [mumkinul wujud] itu tidak bisa langgeng, dan karena menciptakan itu bukan untuk keberadaan langsung ciptaan, tetapi hanya untuk waktu keberadaannya." [2]
Beliau juga mengatakan: "semua Karraamiyyah mengklaim bahwa sifat Allah menciptakan (takwiin) adalah merupakan sebuah peristiwa yang ada pada Allah dan dgn ada awal [permulaan] .". [3]
Beliau juga mengatakan: "semua Karraamiyyah mengklaim bahwa sifat Allah menciptakan (takwiin) adalah merupakan sebuah peristiwa yang ada pada Allah dan dgn ada awal [permulaan] .". [3]
Perlu dipahami bahwa tindakan Allah mencipta bukanlah tindakan berurutan, tetapi suatu tindakan tanpa bagaimana, Tidak memiliki awal atau akhir. Kalau tindakan yang sekuensial, yang sebelumnya tidak ada ,kemudian datang menjadi ada satu demi satu tindakan, maka tindakan itu sendiri perlu untuk di cipta menjadi ada, karena sebelumnya belum ada. Kemudian jika tindakan yang mencipta tindakan menjadi ada juga memiliki awal, maka itu memerlukan pencipta juga dll hingga tak terbatas, ini berarti satu tindakan menciptakan akan membutuhkan jumlah tak terbatas sebelumnya, Ini berarti bahwa tindakan menciptakan tidak akan dapat pernah ada, karena jumlah tak terbatas sebelumnya tidak pernah bisa di selesaikan.
Solusi untuk hal ini adalah dengan mengatakan bahwa tindakan Allah mencipta sesuatu menjadi ada itu tidak memiliki awal, sehingga tidak perlu pada pencipta sebelumNya. Dengan kata lain, Allah menciptakan semesta dalam enam hari, tanpa dengan tindakan yang memiliki awal atau akhir, karena Allah tidak dalam waktu; atribut-Nya tidak berubah .
Selanjutnya konsep ini, di jelaskan oleh ulama asy"ariyyah yg terkenal: AđududDiin Al-'Iijiyy dan abu-Sħariif Al-Jurjaaniyy yang berkata tentang Allah tidak pada waktu .
PerKataan al-'Iijiyy yang tebal dalam kurung, sedangkan sisanya adalah penjelasan [syarah] Al-Jurjaaniyy [4] :
الشرح (المقصد الرابع إنه تعالى ليس في زمان) أي ليس وجوده وجودا زمانيا ومعنى كون الوجود زمانيا أنه لا يمكن حصوله إلا في زمان كما أن معنى كونه مكانيا أنه لا يمكن حصوله إلا في مكان
(Topik keempat:. Allah tidak berada pada waktu) yakni keberadaan-Nya bukan wujud pada waktu. dan ada pun Makna wujud [sesuatu yang ada] dalam waktu adalah bahwa hal itu tidak bisa ada kecuali dalam waktu, sama seperti makna keberadaan sesuatu secara tempat adalah ia tidak bisa ada kecuali dengan ia menempat di lokasi.
هذا مما اتفق عليه أرباب الملل ولا نعرف فيه للعقلاء خلافا) وإن كان مذهب المجسمة يجر إليه كما يجر إلى الجهة والمكان
(Ini adalah salah satu yang di sepakati oleh semua orang yang beragama dan tidak ada perbedaan atas hal ini di antara ahli akal/rasional. walau pun madhab anthropomorphists/mujasimah menarik pada perbedaan, sebagaimana mereka menarik makna kepada makna arah dan lokasi.
(أما عند الحكماء فلأن الزمان) عندهم (مقدار حركة المحدد) للجهات (فلا يتصور فيما لا تعلق له بالحركة والجهة
وتوضيحه أن التغير التدريجي زماني بمعنى أنه يتقدر بالزمان وينطبق عليه ولا يتصور وجوده إلا فيه والتغير الدفعي متعلق بالآن الذي هو طرف الزمان فما لا تغير فيه أصلا لا تعلق له بالزمان قطعا نعم وجوده تعالى مقارن للزمان وحاصل مع حصوله وأما أنه زماني أو آني أي واقع في أحدهما فكلا
(وأما عندنا فلأنه) أي الزمان (متجدد يقدر به متجدد فلا يتصور في القديم فأي تفسير فسر) الزمان (به امتنع ثبوته لله تعالى
تنبيه) على ما يتضمنه هذا الأصل الذي مهدناه آنفا (يعلم مما ذكرنا أنا سواء قلنا العالم حادث بالحدوث الزماني) كما هو رأينا (أو الذاتي) كما هو رأي الحكيم (فتقدم الباري سبحانه عليه) لكونه موجدا إياه (ليس تقدما زمنياا) وإلا لزم كونه تعالى واقعا في الزمان كتقدم بعض أجزاء الزمان على بعضها
و) يعلم أيضا (أن بقاءه ليس عبارة عن وجوده في زمانين) وإلا كان تعالى زمانيا بل هو عبارة امتناع عدمه ومقارنته مع الأزمنة (ولا القدم عبارة عن أن يكون قبل كل زمان زمان) وإلا لم يتصف به الباري تعالى
وأنه) أي ما ذكرناه من أنه تعالى ليس زمانيا (يبسط العذر في ورود ما ورد من الكلام الأزلي بصيغة الماضي ولو في الأمور المستقبلة) الواقعة فيما لا يزال كقوله تعالى إنا أرسلنا نوحا وذلك لأنه إذا لم يكن زمانيا لا بحسب ذاته ولا بحسب صفاته كان نسبة كلامه الأزلي إلى جميع الأزمنة على السوية إلا أن حكمته تعالى اقتضت التعبير عن بعض الأمور بصيغة الماضي وعن بعضها بصيغة المستقبل فسقط ما تمسك به المعتزلة في حدوث القرآن من أنه لو كان قديما لزم الكذب في أمثال ما ذكر فإن الإرسال لم يكن واقعا قبل الأزل
إنا أرسلنا نوحا
Artinya: Sesungguhnya kami telah mengutus Nuuĥ.
Hal itu karena jika Dia tidak dalam waktu, baik Dzat-Nya atau sifat-Nya, maka penisbatan kalamNya yang azali [tanpa awal dan tanpa akhir] memiliki relasi yang sama untuk setiap zaman/waktu, Hanya saja hikmah-Nya telah menjadikan pengibaratan ungkapan tentang beberapa masalah dalam konteks masa lalu dan pada beberapa perkara dengan ungkapan mustaqbal: yang menunjukan masa depan. Dengan demikian, maka gugurlah klaim Mutazilah tentang Al-Qur'an [yaitu istilah dari ekspresi sifat kaLam ALLAH dan tertulis juga terlihat dalam mushaf] itu ada permulaan . [Mereka menyatakan bahwa allah menciptakan sifat kalamNya [mahluq] dan dengan itu maka kalamNya memiliki awal dan bukan sifat yang abadi], mereka berhujjah dgn mengatakan: jika kalamNya qodim;tanpa permulaan maka ekspresi kalamnya pada contoh ayat seperti yang telah disebutkan, itu merupakan hal yang tidak benar/dusta, karena di utusnya Nuuĥ [dalam hal contoh ayat di atas] tidak terjadi sebelum zaman azali;dahulu .
( منها إذا قلنا كان الله موجودا في الأزل وسيكون موجودا في الأبد وهو موجود الآن لم نرد به أن وجوده واقع في تلك الأزمنة بل أردنا أنه مقارن معها من غير أن يتعلق بها كتعلق الزمانيات
ومنها أنه لو ثبت وجود مجردات عقلية لم تكن أيضا زمانية
Dan di antaranya adalah sesungguhnya jika ditetapkan secara akal ada makhluk yang memiliki awal yang tidak menempat , maka ia tidak berada dalam waktu. [Hal ini benar menurut definisi para filsuf tentang 'waktu, karena tergantung pada ruang. Tetapi Dalam terminologi Sunni, bagaimanapun tidak boleh mengatakan bahwa makhluk tersebut tidak berada dalam waktu. Hal ini karena makhluk melewati keberadaan pembaharuan, dan semua mahluk tidak [wajibul wujud] wajib ada, dan mahluk selalu berubah dalam pengetahuan atau keinginannya juga sifat lainnya.]
ومنها أنه إذا لم يكن زمانيا لم يكن بالقياس إليه ماض وحال ومستقبل فلا يلزم من علمه بالتغيرات تغير في علمه إنما يلزم ذلك إذا دخل فيه الزمان
Dan di antara [fakta ] lain adalah bahwa jikalau Dia tidak pada waktu, maka tidak bisa di qiyaskan padaNya waktu masa lalu, sekarang atau pun masa yang akan datang. Dengan demikian, maka tidak melazimkan/mengharuskan dari pengetahuan-Nya terhadap hal yang berubah [ciptaan] terjadi adanya perubahan dalam pengetahuan-Nya. sungguh lazimnya hal itu [berubah pengetahuanNya] bisa terjadi jika Dia berada pada waktu [ tercakup waktu] ,dan DIA tidak dalam waktu.
----------------
Referensi:
[1] Abuu Manşuur Al-Maaturiidiyy (333 H) Ta'wiilaat Ahlu-s-Sunnah 9/473.
[2] Abu-l-Muiin An-Nasafiyy, Maymuun bin Muhammad (508 H / 1115 M), Tabşiratu-l-Adillah 1 / 99.
[3] Ibid, 1:1 / 401..
[4] Ash-Sħariif Al-Jurjaaniyy (740-816 H / 1340-1413 M) dan Ađudu-d-Diin Al-'Iijiyy (756 H / 1355 M), Sħarĥu-l-Mawaaqif,3/41.
Komentar
Posting Komentar