Mbah Umar Tumbu, Kyai Sepuh Pacitan Wafat di Umur 132 tahun

Mbah Umar Tumbu, Kyai Sepuh Pacitan Wafat di Umur 132 tahun
Kabar duka menyelimuti warga NU Pacitan dan Nahdliyin pada umumnya. Pasalnya kiai sepuh bernama KH Umar Syahid atau yang dikenal dengan Mbah Umar Tumbu wafat pada Rabu (4/1) pukul 22.55 WIB di RSUD Pacitan, Jawa Timur.

Mbah Umar  merupakan kiai tertua di Indonesia. Jika sebelumnya diberitakan bahwa ia wafat pada usia 114 tahun, ternyata menurut pengakuan Mbah Umar sendiri, usianya telah mencapai angka 132 tahun.

“Berdasarkan penuturan beliau sendiri, usianya sudah 132 tahun,” ujar Wasekjen PBNU KH Abdul Mun’im DZ ketika menjenguk Mbah Umar beberapa hari sebelum wafat. Kiai Mun’im berkunjung ke kediaman Mbah Umar bersama H Enceng Shobirin dan beberapa teman lainnya.

Menurut keterangannya kepada NU Online, Mbah Umar adalah santri dan teman perjuangan Mbah Hasyim Asy’ari. Waktu mudanya, sesepuh Pacitan tersebut hidup sebagai kiai kelana dengan jualan Tumbu (wadah dari anyaman bambu, disebut juga gerabah).

“Karena itu beliau dikenal dengan sebutan Mbah Tumbu,” jelas Mun’im.

Hasil jualan Tumbu, imbuhnya, digunakan Mbah Umar Tumbu untuk membangun musholla dan masjid di sekitar Pacitan, Ponorogo, dan Madiun.

Seperti diinformasikan sebelumnya, bahkan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyebut Mbah Umar sebagai azimatnya warga Pacitan dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal itu ia ungkapkan ketika berkunjung pada 2010 silam.

"Mbah Umar itu termasuk minal muqorrobin ilallah (orang yang dekat dengan Allah) dan menjadi Azimatnya warga Pacitan dan kaum Muslim Indonesia pada umumnya," tutur Kiai Said saat bersilaturahmi di kediaman beliau di Pacitan tahun 2010 silam.

Mbah Umar merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Nur Rohman, Jajar, Donorojo. Pada masa remaja, ia nyantri di Pesantren Tremas Pacitan dibawah asuhan KH Dimyathi Abdullah.

Kecintaanya pada NU dibuktikan dengan istiqamahnya yang selalu hadir dalam tiap acara pengajian atau acara keagamaan yang digelar oleh NU atau pesantren. Dan selalu menunggui hingga acara selesai.

Tiap hari, kediamannya tidak pernah sepi dari para tamu yang sowan meminta nasihat atau doa darinya. Karena itulah ia dikenal sebagai kiai pelayan umat. (Red: Fathoni)
Sumber: NUOnline.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenazah Tidak Wajib dimandikan Jika Bisa Mandi Sendiri

Hukum Menggunakan Jalan Umum untuk Hajatan Pernikahan

Pelaku Bom Bunuh Diri Bukan Mati Syahid