Syarat dan Ketentuan Haji Badal
Pertanyaan:
Bolehkah seseorang menghajikan orang lain? Apakah ada syarat dan ketentuan khusus?
Jawaban:
Melakukan ibadah haji atas nama orang lain disebut haji Badal. Haji semacam ini ada 2 macam, yaitu Badal haji dari orang yang masih hidup dan haji atas nama orang yang telah wafat. Dengan syarat bahwa orang tersebut telah meninggal dunia dan belum melakukan ibadah haji, atau karena sakit berat sehingga tidak memungkinkannya melakukan ibadah haji namun ia mampu secara finansial.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Bahwasanya Fadhl bin Abbas RA (Kakak dari Abdullah Ibnu Abbas, putra tertua) berkata :
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي شَيْخٌ كَبِيرٌ عَلَيْهِ فَرِيضَةُ اللَّهِ فِي الْحَجِّ وَهُوَ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى ظَهْرِ بَعِيرِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحُجِّي عَنْهُ
Seorang perempuan dari kabilah Khats'am bertanya kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, ayahku sudah tua renta sedangkan ia berkewajiban menunaikan ibadah haji dan ia sekarang tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan?". Rasulullah SAW menjawab : "Kalau begitu, lakukanlah haji untuknya!" [HR Muslim]
Haji Badal dianggap boleh dan sah jika memenuhi Syarat-syaratnya :
1. Orang yang dihajikan tidak mampu melaksanakan ibadah haji, baik karena sakit atau telah meninggal dunia. Imam Muslim dalam shahih muslimnya menyusun bab dengan judul :
باب الْحَجِّ عَنِ الْعَاجِزِ لِزَمَانَةٍ وَهَرَمٍ وَنَحْوِهِمَا أَوْ لِلْمَوْت
Bab haji untuk orang yang lemah dikarenakan sakit yang tak ada harapan sembuh atau karena ketuaan, dsb atau karena kematian.
Dan Imam Bukhari dalam kitab shahih bukhari menyusun bab dengan judul :
بَاب الْحَجِّ عَمَّنْ لَا يَسْتَطِيعُ الثُّبُوتَ عَلَى الرَّاحِلَةِ
bab tentang haji untuk orang yang tidak mampu duduk di atas kendaraan. Dalam Bab ini beliau mengemukakan satu hadits yaitu hadits utama di atas.
Ibnu Hajar al-Atsqalani berkata :
وَاتَّفَقَ مَنْ أَجَازَ النِّيَابَة فِي الْحَجّ عَلَى أَنَّهَا لَا تُجْزِئ فِي الْفَرْض إِلَّا عَنْ مَوْت أَوْ عَضْب فَلَا يَدْخُل الْمَرِيض لِأَنَّهُ يُرْجَى بُرْؤُهُ وَلَا الْمَجْنُون لِأَنَّهُ تُرْجَى إِفَاقَته وَلَا الْمَحْبُوس لِأَنَّهُ يُرْجَى خَلَاصه وَلَا الْفَقِير لِأَنَّهُ يُمْكِن اِسْتِغْنَاؤُهُ.
Ulama yang membolehkan haji badal bersepakat bahwa kewajiban haji badal ini tidak mencukupi kecuali karena faktor kematian dan kelemahan. Maka tidak boleh haji badal dari orang yang sakit karena ia masih dimungkinkan sembuh, Orang gila karena ia masih dimungkinkan waras, Orang yang dipenjara karena ia masih dimungkinkan bebas, Orang fakir karena ia masih dimungkinkan menjadi kaya suatu saat nanti. [Fathul Bari]
2. Pelaksana Haji badal telah berhaji.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, pada saat melaksanakan haji, Rasulullah SAW mendengar seorang lelaki berkata "Labbaik 'an Syubrumah" (Labbaik/aku memenuhi pangilanMu ya Allah, untuk Syubrumah), lalu Rasulullah bertanya "Siapa Syubrumah?". "Dia saudaraku, wahai Rasulullah", jawab lelaki itu. "Apakah kamu sudah pernah haji?" Rasulullah bertanya. "Belum" jawabnya. Maka Rasul SAW bersabda :
حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ
"Berhajilah untuk dirimu, lalu berhajilah untuk Syubrumah" [HR Ahmad]
Pelaksana Haji badal tidak disyaratkan harus sejenis dengan orang yang dibadali sehingga boleh seorang wanita mengerjakan haji badal dari orang laki-laki dan sebaliknya.
Imam Bukhari dalam kitab shahih bukhari menyusun bab dengan judul :
بَاب حَجِّ الْمَرْأَةِ عَنْ الرَّجُلِ
Bab haji orang perempuan untuk orang laki-laki
Beliau lalu mengemukakan hadits utama di atas yaitu Seorang perempuan dari kabilah Khats'am yang diperintahkan melakukan haji badal dari ayahnya (laki-laki).
3. Pelaksana haji badal hanya boleh melakukan satu haji badal dari satu orang saja dalam satu tahunnya. Ulama syafi’iyyah berpendapat :
لو استاجر رجلان يحج عنهما فاحرم عنهما معا انعقد إحرامه لنفسه تطوعا ولا ينعقد لواحد منهما لان الاحرام لا ينعقد عن اثنين
Jika dua orang menyewa satu orang (pelaksana haji badal) untuk menghajikan keduanya maka ihram haji pelaksana itu hanya sah untuk haji dirinya dan statusnya sebagai haji sunnah. Sama sekali tidak sah untuk badal dari salah seorang dari keduanya karena ihram (niat haji) itu tidak sah dari (haji) dua orang. [Al-Majmu’]
diteruskan dari Habib Muhammad bin Husein bin Anis Al Habsyi
Komentar
Posting Komentar