Dianjurkan Hadiah pahala untuk orang yang sudah meninggal

Dianjurkan Hadiah pahala untuk orang yang sudah meninggal
Ngaji.web.id - Sudah menjadi kebiasaan umat Islam di Indonesia dan Aceh khususnya, apabila ada orang meninggal, maka dilakukan tahlilan atau samadiyah. Tahlilan adalah membaca kalimat la ilaha illallah dan Surat al-Ikhlas. Kadang-kadang juga diiringi dengan membaca Surat Yasin dan ayat-ayat lain. Pembacaan ini dimaksudkan untuk dihadiahkan pahalanya kepada orang yang sudah meninggal. Lalu apakah tindakan menghadiahkan pahala kepada orang yang sudah meninggal ada dasarnya dalam hukum Islam dan sampaikah pahala tersebut kepada orang yang sudah meninggal ?

Ada beberapa macam amalan yang sering dilakukan yang bermanfaat kepada mayat, antara lain :
1.Shadaqah dan do’a.
Telah terjadi ijmak ulama bermanfaat kedua amalan ini kepada mayat. Berikut keterangan ulama mengenai ini, antara lain :
1). Dalam al-Fatawa al-Nawawi disebutkan :
“Sampai kepada mayat pahala do’a dan shadaqah dengan ijmak ulama.”1

2). Berkata Zainuddin al-Malibary :
“Shadaqah dan do’a bermanfa’at bagi mayat, baik dilakukan oleh ahli waris atau lainnya karena ijmak Ulama”.2

Dalil doa bermanfat bagi mayat antara lain firman Allah Ta’ala :
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami (Q.S.Al-Hasyr: 10)

Dalil shadaqah bermanfa’at bagi mayat antara lain hadist yang berbunyi :
أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه و سلم فقال يا رسول الله إن أمي افتلتت نفسها ولم توص وأظنها لو تكلمت تصدقت أفلها أجر إن تصدقت عنها ؟ قال نعم

Artinya :Seorang laki-laki mendatangi Nabi SAW dengan berkata : “Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku membiarkan dirinya tidak melakukan wasiat, menurut dugaanku, kalau dia berkata, maka pasti bersadaqah, maka apakah ia mendapat pahala kalau aku bersadaqah untuknya. Rasulullah menjawab :”ya”. (H.R. Muslim)3

2.Ibadah haji dengan ijmak ulama 4, sesuai dengan sabda Rasululullah SAW :
ان إمرأة من جهينة جائت الى نبي صلعم فقالت ان أمي نذرت ان تحج ولم تحج حتى ماتت أفأحج عنها قال حجي عنها أريت لو كان على أمك دين أقاضيتها أقضوا الله فالله أحق بالوفاء

ِArtinya : Sesungguhnva wanita dari Juhainah datang kepada Nabi SAW dan berkata, "sesungguhnya ibuku pernah bernadzar untuk haji. dan tidak sempat melaksanakannya sehingga meninggal, apakah aku harus menghajikannya?" Beliau bersabda, "Hajikanlah ia, bagaimanap pendapatmu seandainva ibumu mempunyai hutang, apakah engkau wajib membayarkannya. Maka bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak dibayar.(H.R. Bukhari)5

3.Ibadah puasa
من مات وعليه صيام صام عنه وليه
Artinya : Barangsiapa meninggal, sedangkan dia berhutang puasa, maka walinya menggantikannya. (H.R. Muslim) 6

Adapun firman Allah
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Artinya : Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (Q.S. an-Najm : 39)

diantara ulama ada yang menerangkan kepada kita bahwa ayat ini ditakhshis dengan ijmak tersebut diatas. Maksud ayat tersebut berdasarkan ini adalah selain sadaqah dan doa tidak bermanfa’at apapun bagi seorang manusia kecuali hasil usahanya sendiri. Namun kesimpulan ini tentunya bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang menjelaskan bahwa pahala haji dan puasa yang dilakukan orang lain juga dapat bermanfa’at bagi seseorang. Ada ulama yang mengatakan ayat pertama diatas menasakhkan ayat ini. Ada juga yang menta’wilkan dari dhahir makna ayat. Ta’wilnya antara lain, ayat ini di pertempatkan bagi orang kafir. Ada juga yang mengartikan ayat ini ″Tidak berhaq bagi manusia kecuali apa yang menjadi usahanya″. Adapun apa yang diperbuat orang untuknya adalah semata-mata fadhal bukan haq.7 Keterangan serupa dengan yang terakhir ini juga telah dikemukakan oleh Ibnu Shalah, beliau berkata :
“Nash tersebut (Q.S. al-Najm : 39) tidak membatalkan pendapat yang mengatakan hadiah pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat. Karena maksud ayat tersebut adalah tidak berhak dan tidak ada balasan baginya kecuali menurut usahanya, maka tidak masuk dalam pengertian ayat tersebut perbuatan tabaru’ (hadiah secara suka rela) dari pihak lain, berupa bacaan al-Qur’an ataupun do’a”.8

Al-Qurthubi yang terkenal dengan tafsirnya, Tafsir al-Qurthubi dalam al-Tazkirah 9 dalam menjelaskan kedudukan ayat di atas, menyebut beberapa takwil yang dikemukakan oleh ulama, yaitu sebagai berikut :
1). Ayat ini menurut riwayat dari Ibnu Abbas sudah dinasakh dengan
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
Artinya : Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka (Q.S. al-Thuur : 21)

Berdasarkan ayat ini, maka anak anak yang mengikuti keimanan orang tuanya, akan mendapatkan syafa’at dari orangtuanya kelak.
2). Rabi’ bin Anas mengatakan bahwa ayat al-Najm : 39 di atas, khusus berlaku atas orang kafir
3). Ayat ini juga bermungkinan bermakna khusus pada amalan jahat. Buktinya amalan yang baik, sebagai janji Allah, akan dibalas dengan sepuluh bandingan amalannya. Jadi seseorang yang melakukan amalan baik, dia bukan hanya menerima pahala sebagaimana amalannya, tetapi juga mendapat pahala tambahan sebagai kurnia Allah sebagaimana firman-Nya :
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Artinya : Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (Q.S. al-An’am : 160)

4. Bacaan ayat al-Qur’an
Adapun membaca ayat al-Qur’an seperti surat al-Ikhlas dan tahlil dengan niat menghadiahkan pahalanya kepada mayat, telah terjadi khilaf ulama tentang ini. Diantara ulama yang menyatakan sampai hadiah pahala kepada mayat adalah ulama Hanafiah, Hanabilah, Mutaakhirin Syafi’iyah dan Malikiyah dengan catatan apabila dilakukannya dihadapan mayat atau dengan dido’akan setelah membacanya, meskipun berada di kejauhan. 10
Berikut pendapat ulama mengenai ini, yaitu :
1). Dalam al-Fatawa disebutkan :
“Terjadi khilaf ulama mengenai pahala bacaan al-Qur’an. Ahmad dan sebagian ashhab Syafi’i mengatakan sampai pahala tersebut kepada mayat. Syafi’i dan kebanyakan ulama mengatakan tidak sampai.”11

2). Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan :
“Yang masyhur dari mazhab Syafi’i tidak sampai pahala qira-ah kepada mayat”. 12
3). Ibnu Abdussalam dalam sebagian fatawanya berkata :
“Tidak boleh menjadikan pahala qira-ah bagi mayat karena tindakan tersebut merupakan pengelolaan pahala tanpa izin syara’ ”.13

4). Berkata Ibnu Shilah :
“Sepatutnya dipastikan (jazam) bermanfa’at dengan mengatakan allahumma ausil tsawaba ma qara’tuhu artinya semisalnya, maka itulah maksudnya”14

5). Imam an-Nawawi dalam al-Azkar mengatakan :
“Dan para ulama telah berbeda pendapat mengenai sampainya pahala bacaan al-Quran (kepada si mati). Maka pendapat yang masyhur daripada mazhab Syafi`i dan sekumpulan ulama bahawasanya pahala bacaan al-Quran tersebut tidak sampai kepada si mati. Imam Ahmad bin Hanbal serta sekumpulan ulama yang lain dan sekumpulan ashab Syafi`i (yakni para ulama mazhab Syafi`i) berpendapat bahawa pahala tersebut sampai. Maka (pendapat) yang terpilih adalah si pembaca al-Quran tersebut hendaklah berdoa setelah bacaannya : "Ya Allah sampaikanlah pahala apa-apa yang telah aku bacakan kepada si polan." 15

6). Berkata Ibnu Hajar Haitamy :
“ Tidak sepatutnya berdo’a untuk orang lain yang masih hidup atau untuk mayat dengan pahala orang yang berdo’a atau pahala orang lain yang mengizinkan baginya, karena sesungguhnya pahala manusia tidak dapat berpindah kepada orang lain dengan sebab do’a. Maka doa yang demikian menyalahi kejadian dan oleh sebab itu terlarang. Adapun do’a dengan menghasilkan yang semisal (yang sebanding) demikian pahala, bagi orang lain adalah (laa baksa bihi) dibolehkan, karena itu termasuk do’a bagi saudara yang muslim untuk mendhahirkan ghaib dan hadits-hadits menunjukkan diterimanya dengan ini dan lainnya, sedangkan padanya tidak ada mahzur (sesuatu yang mencegah), maka tidak ada satu aspekpun untuk pelarangannya. Bahkan kalau orang yang berdo’a menyebut “pahala” dan maksudnya adalah semisal pahala, tidak terlarang pula, karena menyembunyi perkataan “misal” pada yang seperti ini dibolehkan, masyhur dan banyak terjadi”16

Kesimpulan
Sesuai dengan penjelasan Imam an-Nawawi dan Ibnu Hajar al-Haitamy dan ulama lainnya di atas, maka hadiah pahala bacaan al-Qur’an kepada mayat adalah sampai kepada si mayat dengan catatan :
1.hendaklah berdoa setelah bacaannya, misalnya : "Ya Allah sampaikanlah pahala apa-apa yang telah aku bacakan kepada si polan”
2.yang didoakan sampai kepada si mayat bukanlah pahala bacaan, tetapi pahala yang sebanding dengannya.

Kesimpulan ini sesuai dengan keterangan yang dipilih pleh Imam Nawawi dan Ibnu Hajar al-Haitamy (Nawawi adalah salah seorang ulama mujtahid tarjih dan Ibnu Hajar al-Haitamy adalah seorang ulama besar dalam mazhab Syafi’i yang menjadi ikutan orang-orang bermazhab Syafi’i).
Perlu juga dicatat bahawa qaul masyhur yang dinisbahkan kepada Imam Syafi`i tersebut tidaklah bermakna bahwa itulah satu-satunya qaul Imam Syafi`i. Bahkan ini memberi pemahaman bahwa Imam Syafi`i mempunyai qaul lain yang berpendapat sebaliknya. Juga perlu kita tekankan bahwa qaul masyhur tidak semestinya qaul yang dimuktamadkan dalam mazhab. Dengan keterangan Imam Nawawi dalam al-Azkar di atas, dipahami bahwa yang mu’tamad dalam Mazhab Syafi’i adalah qaul yang menyatakan sampai hadiah pahala kepada si mayat dengan syarat yang telah disebutkan.

Disamping sebagaimana keterangan di atas, ada juga yang mengatakan bahwa qaul yang masyhur dari syafi’i tersebut di atas diposisikan apabila membaca al-Qur’an tidak dihadapan mayat dan tidak meniatkan pahala bagi mayat atau ada meniatkannya, tetapi tidak mendo’akannya. Pemahaman ini berdasarkan amalan yang diriwayat dari Imam Syafi’i, bahwa beliau sendiri pernah berziarah ke makam Imam al-Laits bin bin Sa’ad dan pada saat itu beliau membaca zikir dan al-Qur’an al-Karim. Muhyiddin Abdusshamad telah mengutip riwayat ini dari Kitab al-Dzakirah al-Tsaminah Halaman enam puluh empat 17. Imam Syafi’i sendiri juga pernah menyatakan pendapat yang bersesuaian dengan riwayat di atas, yaitu :
“Dianjurkan membaca sesuatu dari al-Qur’an pada kuburan dan jika dengan khatam, maka itu lebih baik.”18

Dalil-dalil yang menyatakan bahwa hadiah pahala bacaan al-Qur’an dapat sampai kepada mayat, antara lain :
1. Menghadiahkan pahala kepada mayat termasuk dalam katagori do’a. Oleh karena itu, termasuk dalam maksud Q.S. al-Mukmin : 60
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Artinya : Dan Tuhanmu berfirman : "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.(Q.S. al-Ghafir : 60)

2.Hadits riwayat Ibnu Abbas dari Nabi SAW :
أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا بِنِصْفَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا فَقَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Artinya : Nabi SAW pernah melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya dua mayat ini sedang disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air kencingnya, sedang yang lainnya ia dahulu suka mengadu domba”. Kemudian beliau meminta pelepah kurma yang masih basah dan dibelahnya menjadi dua. Setelah itu beliau menancapkan salah satunya pada sebuah kuburan dan yang satunya lagi pada kuburan yang lain seraya bersabda: “Semoga pelepah itu dapat meringankan siksanya, selama belum kering”.(H.R. Bukhari 19 dan Muslim 20)

Al-Qurthubi mengatakan :
“Ulama kita mengatakan, kalau kayu saja dapat meringankan azab kubur (bermanfaat kepada mayat), maka apalagi bacaan al-qur’an yang dilakukan oleh seorang mukmin?.”21

3.Menghadiahkan pahala kepada mayat termasuk sadaqah, karena sadaqah tidak hanya dalam bentuk harta. Sadaqah bisa saja dalam bentuk tahlil, tasbih dan lainnya. Sedangkan sadaqah dapat bermanfaat bagi mayat dengan ijmak ulama sebagaimana dijelaskan di atas. Keterangan bahwa sadaqah tidak hanya dalam bentuk harta adalah hadits Nabi SAW riwayat Huzaifah berbunyi :
كل معروف صدقة
Artinya : Setiap yang ma’ruf adalah sadaqah (H.R. Muslim) 22

Dan hadits Nabi SAW riwayat Abu Zar berbunyi :
ان بكل تسبيحة صدقة وكل تكبيرة صدقة وكل تحميدة صدقة و كل تحليلة صدقة
Artinya : Sesungguhnya setiap tasbih adalah sadaqah, setiap takbir sadaqah, setiap tahmid sadaqah dan setiap tahlil adalah sadaqah. (H.R. Muslim) 23

Pendalilian ini telah disebut oleh al-Qurthubi dalam al-Tazkirah 24

4. Hadits dari Abu Sa'id Al Khudri r.a., beliau berkata :
أَنَّ رَهْطًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْطَلَقُوا فِي سَفْرَةٍ سَافَرُوهَا حَتَّى نَزَلُوا بِحَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمْ فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الْحَيِّ فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لَا يَنْفَعُهُ شَيْءٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلَاءِ الرَّهْطَ الَّذِينَ قَدْ نَزَلُوا بِكُمْ لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ فَأَتَوْهُمْ فَقَالُوا يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ فَسَعَيْنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لَا يَنْفَعُهُ شَيْءٌ فَهَلْ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ شَيْءٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ نَعَمْ وَاللَّهِ إِنِّي لَرَاقٍ وَلَكِنْ وَاللَّهِ لَقَدْ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُونَا فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا فَصَالَحُوهُمْ عَلَى قَطِيعٍ مِنْ الْغَنَمِ فَانْطَلَقَ فَجَعَلَ يَتْفُلُ وَيَقْرَأُ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى لَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ فَانْطَلَقَ يَمْشِي مَا بِهِ قَلَبَةٌ قَالَ فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمْ الَّذِي صَالَحُوهُمْ عَلَيْهِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اقْسِمُوا فَقَالَ الَّذِي رَقَى لَا تَفْعَلُوا حَتَّى نَأْتِيَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِي كَانَ فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا فَقَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرُوا لَهُ فَقَالَ وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ بِسَهْمٍ

Artinya : Sesungguhnya sekelompok sahabat Nabi SAW berkunjung ke salah satu suku Arab. Tetapi mereka tidak mau menghormati sahabat-sahabat Nabi SAW tersebut. Ketika itu, pemimpin suku tadi disengat oleh kalajengking. Mereka telah mengusahakan mengobatinya , tetapi tidak manjur sedikitpun. Sebagian mereka berkata, kalau kalian mendatangi kelompok yang pernah mengunjungi kamu, mudah-mudahan disisi sebagian mereka ada sesuatu yang dapat mengobatinya. Karena itu, datangilah mereka. Mereka bertanya kepada para sahabat Nabi SAW : "Hai kelompok itu, sesungguhnya pemimpin kami telah disengat kalajengking dan kami telah mengobatinya, tetapi tidak bermanfaat sedikitpun. Apakah di antara kalian ada yang membawa obatnya". Para sahabat Nabi SAW itu menjawab: “Ya, demi Allah kami dapat menjampinya. Tetapi berhubung kami pernah minta kalian jamu, namun kamu tidak menjamu kami, maka apa yang akan kami lakukan haruslah mendapatkan upah atau imbalan". Akhirnya mereka melakukan negoisasi dengan menyediakan imbalan berupa seekor kambing. Salah seorang sahabat Nabi SAW maju ke depan dan meniup dengan ludahnya dan membaca Alhamdulillahhirabbil’alamin, maka sembuhlah pemimpin suku tersebut seolah-olah dia bangkit dari ikatan tali dan berjalan dengan melakukan gerakan, sambil berkata, “Tunaikanlah upah mereka sebagaimana telah kalian janjikan dengan mereka”. Berkata sebagian sahabat Nabi SAW, bagikanlah kambing itu !. Tetapi sahabat yang menjampi tadi berkata, "Kita belum bisa menerimanya begitu saja sehingga kita mendatangi Rasulullah SAW dan mengabarinya apa yang telah terjadi, lalu kita tunggu apa yang diperintahkannya. Maka Para sahabat Nabi SAW menghadap Rasulullah SAW dan mengabarinya, maka Rasulullah SAW bersabda : “Tidak tahukah kamu ,bahwasannya Alhamdulillahhirabbil’alamin itu merupakan jampi?. Maka bagilah kambing itu dan berikan untukku satu bagian".(H.R. Bukhari)25

Hadits ini menceritakan bahwa Sahabat Nabi SAW pernah menjampi-jampi orang kena sengat kalajengking dengan Surat al-Fatihah dan Nabi SAW mentaqrirkannya (mengakuinya). Jadi, kalau ayat al-Qur’an bermanfa’at untuk pengobatan orang kena sengat kalajengking, tentunya untuk mayat lebih patut bermanfa’at.

5. Sabda Nabi SAW :
من دخل المقابر فقرأ سورة يس خفف عنهم له مثله وكان له لعدد من فيه حسنات
Artinya : Barang siapa yang memasuki pekuburan dengan membaca Surat Yasin, maka akan diringankan orang dalam pekuburan itu sebanding dengannya dan baginya sejumlah kebaikan (H.R. Abu Bakar Abdul Aziz) 26

6. Sabda Nabi SAW :
من زار قبر والديه كل جمعة أو أحدهما فقرأ عندهما يس والقرآن الحكيم غفر له بعدد كل آية وحرف
Artinya : Barangsiapa yang menziarahi kuburan kedua ibu bapaknya atau keduanya pada setiap Jum’at dengan membaca Yasin dan al-Qur’an al-Hakim, maka akan diampuninya sebanding setiap ayat dan huruf.(H.R. Ibnu Hibban dan Ibnu ‘Ady) 27

Ada sebagian orang menentang tahlil atau samadiyah dengan berargumentasi dengan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah, yang berbunyi :
إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
Artinya : Apabila meninggal seorang manusia, maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang mau berdo’a untuknya. (H.R. Muslim) 28

Perlu dicatat bahwa hadits ini hanya membicarakan amalan orang yang sudah meninggal. Sedangkan tahlil dan samadiyah ini merupakan amalan orang masih hidup, dimana orang yang masih hidup mendo’akan sebagaimana pahala bacaan ayat al-Qur’an didapatinya supaya juga diberikan Allah kepada orang yang sudah meninggal. Berkata Ibnu Shalah dalam Fatawanya :
“Demikian juga hadits tersebut (hadits di atas) tidak menunjukkan batal pendapat yang mengatakan sampai hadiah pahala bacaan, karena hadits tersebut mengenai amalan simati. Sedangkan ini (hadiah pahala) merupakan amalan orang lain” 29

Penafsiran hadits ini secara ringkas adalah sebagai berikut :
a.Seseorang yang sudah meninggal, maka pahala amalannya semua terputus kecuali tiga yang disebut dalam hadits. Yang terputus di sini bukan amalannya, tetapi pahala amalan, karena amalan seseorang apabila dia meninggal akan terputus tanpa kecuali. 30
b.Tiga yang dikecualikan tersebut adalah amalan orang sudah meninggal, yaitu Pertama, sadaqah jariah, yakni waqaf yang dilakukan pada seseorang masih hidup. Pahalanya terus mengalir meskipun orang itu sudah meninggal. Kedua, ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu yang pernah diberikan kepada orang lain tatkala dia masih hidup akan terus mengalir pahalanya kepada orang tersebut sepanjang ilmu itu masih dimanfaatkan orang. Ketiga, anak yang shaleh mau yang berdo’a kepadanya, yakni anak yang shaleh yang merupakan hasil usaha bimbingannya pada waktu dia masi hidup.
Dengan demikian, jelaslah bahwa hadits ini tidak relevan dengan masalah tahlil atau baca samadiyah. Karena tahlil atau samadiyah merupakan amalan orang yang masih hidup.

Dalil lain yang biasa dibawa oleh orang-orang yang menentang tahlil atau samadiyah adalah Q.S. al-Baqarah : 286, yaitu :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Q.S. al-Baqarah : 268)

Ayat ini hanya menjelaskan kepada kita bahwa setiap orang melakukan sebuah amalan, maka pahala amalannya itu menjadi hak orang yang melakukannya itu. Artinya tidak bisa kita yang melakukan, orang lain yang mendapatkannya. Namun karena ini menjadi hak orang yang melakukan amalan tersebut, maka dapat saja dia menghadiahkannya untuk orang lain dalam pengertian mendo’akan supaya orang lain juga mendapat pahala yang sama dengan pahala yang didapatinya. Ayat ini tidak boleh dipahami bahwa seseorang yang sudah meninggal dunia tidak dapat memperoleh pahala dari amalan orang lain, karena pemahaman seperti itu bertentangan dengan ijmak ulama sebagaimana uraian di atas bahwa telah terjadi ijmak ulama, sadaqah, do’a dan ibadah haji bermanfaat untuk orang yang sudah meninggal.


Oleh: tgk Alizar Usman



DAFTAR PUSTAKA
1.An-Nawawi, al-Fatawa, Hal. 47
2.Zainuddin al-Malibary, Fathul Muin, dicetak pada hamisy ‘I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal. 219
3.Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. II, Hal. 696, No. Hadits : 1004
4.Dr Wahbah Zuhaili, Fiqh Islami wa Adillatuhu, Darul Fikri, Beirut, Juz. II, Hal. 550
5.Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Mathba’ah al-Salafiyah, Mesir, Hal. 146
6.Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. II, Hal. 803, No. Hadits : 153
7.Al-Bakry al-Damyathi, I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal. 219
8.Ibnu Shalah, Fatawa Ibnu Shalah, Dar al-Hadits, Kairo, Hal. 42
9.Al-Qurthubi, al-Tazkirah, Maktabah Dar al-Minhaj, Riyadh, Juz. I, Hal. 289-291
10.Dr Wahbah Zuhaili, Fiqh Islami wa Adillatuhu, Darul Fikri, Beirut, Juz. II, Hal. 551
11.An-Nawawi, al-Fatawa, Hal. 47
12.Zainuddin al-Malibary, Fathul Muin, dicetak pada hamisy ‘I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal. 220-221
13.Al-Bakry al-Damyathi, I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal. 220
14.Zainuddin al-Malibary, Fathul Muin, dicetak pada hamisy ‘I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal. 222
15.An-Nawawi, al-Azkar, al-Haramain, Hal. 150
16.Ibnu Hajar Haitamy, Fatawa al-Kubra al-fiqhiah, Darul Fikri, Beirut, Juz IV, Hal. 20
17.Muhyiddin Abdusshamad, al-Hujjaj al-Qathi’ah fi Shihah al-Mu’taqidaat wal-Amaliyaat al-Nahdliyah, Khalista, Surabaya, Hal. 166.
18.An-Nawawi, Riyadhusshalihin, Dar Ibnu al-Jauzy, Hal. 363
19.Bukhari, Shahih Bukhari, Dar Thauq al-Najh, Juz. II, Hal. 95-96, No. Hadits : 1361
20.Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. I, Hal. 240-241, No. Hadits : 292
21.Al-Qurthubi, Tazkirah, Darul Minhaj, Riyadh, Juz. I, Hal. 276
22.Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. II, Hal. 697, No. Hadits : 1005
23.Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. II, Hal. 697, No. Hadits : 1006
24.Al-Qurthubi, al-Tazkirah, Maktabah Dar al-Minhaj, Riyadh, Juz. I, Hal. 277-279
25.Bukhari, Shahih Bukhari, Dar Thauq an-Najh, Juz. VII, Hal. 133, No. Hadits : 5749
26.Al-Shakawy, al-Ajwabah al-Mardhiah, Darul Rayyah, Riyadh, Juz. I, Hal. 169
27.Al-Shakawy, al-Ajwabah al-Mardhiah, Darul Rayyah, Riyadh, Juz. I, Hal. 171
28.Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, Juz. III, Hal. 1255, No. Hadits : 1631
29.Ibnu Shalah, Fatawa Ibnu Shalah, Dar al-Hadits, Kairo, Hal. 43
30.Lihat Al-Bakri al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal. 157

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenazah Tidak Wajib dimandikan Jika Bisa Mandi Sendiri

Hukum Menggunakan Jalan Umum untuk Hajatan Pernikahan

Pelaku Bom Bunuh Diri Bukan Mati Syahid