Fatwa Ulama Ahlusunnah dan Wahabiyah Tentang Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Fatwa Ulama Ahlusunnah dan Wahabiyah Tentang Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Ngaji.web.id - Peringatan Maulid Nabi Muhammad adalah masalah muamalah,bukan ibadah, demikian penjelasan Dr. Mustofa Yaqub MA dalam satu ceramahnya di TVRI, Imam Besar masjid Istiqlal dan ulama Ahli hadits Indonesia. Karena memperingati Maulid Nabi itu masalah muamalah, maka manusia dibolehkan berinovasi (Arab, bid'ah) selagi tidak ada perbuatan yang melanggar syariah. Sama dengan bolehnya manusia memakai komputer, browsing internet, naik mobil dan pesawat terbang walaupun semua ini tidak ada pada zaman Nabi dan para Sahabat. Dalam kaidah fikih dikatakan bahwa "hukum asal dari masalah muamalah adalah boleh." Sedangkan kaum Wahabi menganggap bahwa Maulid Nabi termasuk ibadah yang bersifat tauqifi dan harus berdasarkan atas Quran dan hadits. Perbedaan dasar inilah yang membuat kontroversi Maulid Nabi sulit menemukan titik temu antara kaum Wahabi yang mengharamkan dan kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah yang membolehkan.
Memperingati atau merayakan maulid Nabi Muhammad s.a.w sudah menjadi tradisi yang mengakar di kalangan umat Islam Indonesia. Hari kelahiran Nabi Muhammad yang jatuh pada 12 Rabiul Awal ini bahkan sudah menjadi salah satu hari besar dan hari libur nasional. Hukum merayakan maulid Nabi dipertanyakan halal haramnya setelah munculnya kelompok neo Khawarij yang bernama Wahabi yang mengharamkan peringatan maulid Nabi dan menganggapnya sebagai bid'ah dhalalah (sesat).


I. SEJARAH PERINGATAN MAULID NABI

Ada berbagai macam versi mengenai waktu awal mula diadakannya peringatan atau perayaan Maulid Nabi. Jalaluddin As-Suyuthi (1445 - 1505M atau 849 - 911 H)[1] menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalah Malik Mudhaffar Abu Sa’id Kukburi (1153 - 1232 M atau 549 - 630 H).[2]

Sebagian pendapat mengatakan bahwa Shalahuddin Al Ayyubi (1138 - 1193 M), yang pertama kali melakukan peringatan Maulid Nabi secara resmi. Sementara versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid Nabi ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fathimiyah di Mesir pada akhir abad keempat Hijriyah atau abad keduabelas masehi.[3]

Kegiatan perayaan (ihtifal) maulid Nabi ini kemudian menyebar ke berbagai negara Islam termasuk Indonesia.

II. HUKUM MAULID NABI MENURUT ULAMA AHLUS-SUNNAH (NON-WAHABI)

Mayoritas ulama membolehkan peringatan atau perayaan Maulid Nabi Muhammad selagi tidak ada perbuatan yang melanggar syariat saat peringatan tersebut. Jalaluddin As Suyuthi berpendapat bahwa sunnah itu dapat terjadi dengan qiyas (analogi) tidak harus berdasarkan adanya dalil Quran dan hadits.


FATWA JALALUDDIN AS SUYUTHI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI

1. Jalaluddin As-Suyuthi berpendapat bahwa memperingati maulid Nabi Muhammad adalah bid'ah hasanah (baik). As-Suyuthi mengatakan:

وبعــــد: فقد وقع السؤال عن عمل المولد النبوي في شهر ربيع الأول، ما حكمه من حيث الشرع؟ وهل هو محمود أو مذموم؟ وهل يثاب فاعله أو لا؟.

الجـــــواب:

عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف.

Arti kesimpulan: Perayaan Maulid Nabi yang berupa berkumpulnya manusia dengan membaca ayat Quran dan sejarah Nabi dan memakan hidangan makanan termasuk dari bid'ah yang baik (hasanah) yang mendapat pahala karena bertujuan mengagungkan Nabi Muhammad dan menampakkan kegembiraan terhadap kelahiran Nabi.

Alasan As-Suyuthi menganggap sunnah merayakan maulid Nabi karena hukum sunnah itu tidak harus terjadi pada era Nabi, tapi bisa karena qiyas.[4]

Istilah bid'ah hasanah (baik) dan qabihah (buruk) yang dipakai As-Suyuthi berasal dari Imam Nawawi dalam kitab تهذيب الأسماء واللغات Tahdzibul Asma' wal Lughat.


FATWA ABUL KHATTAB AL DIHYAH TENTANG PERAYAAN MAULID NABI

2. Abul Khattab bin Dihyah pada tahun 604 H menulis kitab At Tanwir fi Maulidil Basyir an-Nadzir (التنوير في مولد البشير النذير) khusus membahas tentang bolehnya Maulid Nabi. Bin Dihyah adalah ulama ahli hadits yang bergelar Al Hafidz asal Maroko yang terkenal pada zamannya.[5]

3. Ismail bin Umar bin Katsir, penulis tafsir Al Quran Ibnu Katsir yang terkenal termasuk yang membolehkan perayaan Maulid Nabi Muhammad.[6]

4. Syed Muhammad Alwi Al Maliki Al Hasnai dalam kitabnya Hawlal Ihtifal bi Dzikral Maulid an-Nabawi [7]


FATWA YUSUF QARDHAWI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI

- Yusuf Qardhawi menganggap perayaan Maulid Nabi Muhammad adalah baik. Qardhawi menyatakan:
فهناك لون من الاحتفال يمكن أن نقره ونعتبره نافعاً للمسلمين، ونحن نعلم أن الصحابة رضوان الله عليهم لم يكونوا يحتفلون بمولد الرسول صلى الله عليه وسلم ولا بالهجرة النبوية ولا بغزوة بدر، لماذا؟

لأن هذه الأشياء عاشوها بالفعل، وكانوا يحيون مع الرسول صلى الله عليه وسلم، كان الرسول صلى الله عليه وسلم حياً في ضمائرهم، لم يغب عن وعيهم، كان سعد بن أبي وقاص يقول: كنا نروي أبناءنا مغازي رسول الله صلى الله عليه وسلم كما نحفِّظهم السورة من القرآن، بأن يحكوا للأولاد ماذا حدث في غزوة بدر وفي غزوة أحد، وفي غزوة الخندق وفي غزوة خيبر، فكانوا يحكون لهم ماذا حدث في حياة النبي صلى الله عليه وسلم، فلم يكونوا إذن في حاجة إلى تذكّر هذه الأشياء.

ثم جاء عصر نسي الناس هذه الأحداث وأصبحت غائبة عن وعيهم، وغائبة عن عقولهم وضمائرهم، فاحتاج الناس إلى إحياء هذه المعاني التي ماتت والتذكير بهذه المآثر التي نُسيت، صحيح اتُخِذت بعض البدع في هذه الأشياء ولكنني أقول إننا نحتفل بأن نذكر الناس بحقائق السيرة النبوية وحقائق الرسالة المحمدية، فعندما أحتفل بمولد الرسول فأنا أحتفل بمولد الرسالة، فأنا أذكِّر الناس برسالة رسول الله وبسيرة رسول الله

وفي هذه المناسبة أذكِّر الناس بهذا الحدث العظيم وبما يُستفاد به من دروس، لأربط الناس بسيرة النبي صلى الله عليه وسلم (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا) [الأحزاب 21] لنضحي كما ضحى الصحابة، كما ضحى علِيّ حينما وضع نفسه موضع النبي صلى الله عليه وسلم، كما ضحت أسماء وهي تصعد إلى جبل ثور، هذا الجبل الشاق كل يوم، لنخطط كما خطط النبي للهجرة، لنتوكل على الله كما توكل على الله حينما قال له أبو بكر: والله يا رسول الله لو نظر أحدهم تحت قدميه لرآنا، فقال: "يا أبا بكر ما ظنك في اثنين الله ثالثهما، لا تحزن إن الله معنا".

نحن في حاجة إلى هذه الدروس فهذا النوع من الاحتفال تذكير الناس بهذه المعاني، أعتقد أن وراءه ثمرة إيجابية هي ربط المسلمين بالإسلام وربطهم بسيرة النبي صلى الله عليه وسلم ليأخذوا منه الأسوة والقدوة، أما الأشياء التي تخرج عن هذا فليست من الاحتفال؛ ولا نقر أحدًا عليها.
Artinya: Ada salah satu jenis perayaan/peringatan yang dapat kita anggap bermanfaat bagi umat Islam. Kita tahu bahwa para Sahabat tidak merayakan Maulid Nabi Muhammad, hijrah Nabi dan Perang Badar, kenapa?

Karena kejadian-kejadian di atas mereka lakukan dalam kehiudpan nyata. Mereka hidup bersama Nabi. Dan Nabi hidup dalam hati mereka. Tidak hilang dari kesadaran mereka. Sa'ad bin Abi Waqqas berkata: Kami mengisahkan pada anak-anak kami kisah-kisah peperangan Nabi sebagaimana kami menghafal Surah dari Al-Qur'an dengan bercerita pada anak-anak apa yang terjadi dalam Perang Badar dan Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Khaibar. Mereka bercerita pada anak-anak mereka apa yang terjadi pada masa hidup Nabi sehingga mereka tidak perlu memperingati perayaan-perayaan semacam ini.

Kemudian datanglah masa di mana manusia melupakan berbagai peristiwa di atas dan hilang dari kesadaran, jiwa dan hati mereka. Maka manusia perlu untuk menghidupkan kembali pemahaman yang telah mati dan mengingat peristiwa yang sudah terlupakan. Betul, terdapat hal-hal bid'ah dalam perkara ini tapi saya berpendapat bahwa kita merayakannya untuk mengingatkan manusia atas hakikat perjalanan kenabian dan risalahnya. Saat kita memperingati Maulid Nabi maka saya memperingati kelahiran terutusnya Nabi; maka saya mengingatkan manusia atas diutusnya Rasulullah dan kisah kenabian beliau.

... Kita saat ini sangat perlu untuk mempelajari (kisah Nabi) ini. Perayaan semacam ini bertujuan untuk mengingatkan manusia akan makna-makna di atas. Saya yakin bahwa di balik beberapa peringatan ini terdapat hasil yang positif yaitu mengikat umat dengan Islam dan mengikat mereka dengan sejarah Nabi untuk dimabil suri tauladan dan panutan. Adapun hal-hal yang keluar dari ini, maka itu bukanlah perayaan dan kami tidak mengakuinya.
(Sumber: http://qaradawi.net/fatawaahkam/30/1444.html).


FATWA SAID RAMADAN AL-BUTHI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI

Said Ramadhan Al-Buthi menilai bahwa Maulid Nabi bukan bid'ah walaupun ia baru eksis setelah era Tabi'in atau Tabi'it Tabi'i. Ia berpendapat tidak semua yang baru itu bid'ah. Dalam salah satu fatwanya ia menyatakan:
ليس كل جديد بدعة
البدعة، بمعناها الاصطلاحي الشرعي، ضلالة يجب الابتعاد عنها، وينبغي التحذير من الوقوع فيها. ما في ذلك ريب ولا خلاف. وأصل ذلك قول رسول الله صلى الله علية وسلم فيما اتفق علية الشيخان (من احدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهورد) وقوله فيما رواه مسلم : (إن خير الحديث كتاب الله، وخير الهدى هدى محمد، وشر الأمور محدثاتها، وكل بدعة ضلالة).

ولكن ما هو المعنى المراد من كلمة (بدعة) هذه ؟
هل المراد بها معناها اللغوي الذي تعارف علية الناس فيكون المقصود بها إذن، كل جديد طارئ على حياة المسلم، مما لم يفعله رسول الله صلى الله علية وسلم ولا أحد من أصحابه، ولم يكن معروفا لديهم؟
إن الحياة ما تزال تتحول بأصحابها من حال ألي حال، وتنقلهم من طور إلى آخر..

Artinya: Ditinjau dari pengertian istilah yang syar'i tidak semua yang baru itu bid'ah dhalalah (sesat) yang wajib dijauhi. Tidak ada keraguan dan perbedaan dalam soal ini. Asal dari masalah bid'ah ini adalah sabda Nabi riwayat Bukhari dan Muslim: Barangsiapa yang mengada-ada di dalam urusan agama ini dengan sesuatu yang tidak berasal darinya, maka tertolak." Dan sabda Nabi dalam sebuah hadits riwayat Muslim: "Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara baru yang dibuat-buat, dan setiap yang bidah itu adalah kesesatan."

Akan tetapi apa yang dimaksud dengan kata "bid'ah" di sini? Apakah yang dimaksud dengan bid'ah secara lughawi (literal) yang umum diketahui manusia sehingga yang dimaksud adalah setiap hal yang baru pada kehidupan muslim yang tidak dilakukan Rasulullah dan para Sahabat tidak ada yang tahu? Sesungguhnya kehidupan senantiasa berubah dari waktu ke waktu dan berpindah dari masa ke masa yang lain ...

Lebih detail baca: الاحتفال بالمولد النبوي


FATWA SAYYID MUHAMMAD ALWI AL-MALIKI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI

Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki, ulama terkenal Mekkah yang bukan Wahabi menulis buku khusus tentang bolehnya merayakan
Maulid Nabi Muhammad. Kitabnya berjudul Haulal Ihtifal bi Dzikrol Maulidin Nabawi as-Syarif. Berikut salah satu isinya:
أننا نقول بجواز الاحتفال بالمولد النبوي الشريف والاجتماع لسماع سيرته والصلاة والسلام عليه وسماع المدائح التي تُقال في حقه ، وإطعام الطعام وإدخال السرور على قلوب الأمة

Artinya: Saya berpendapat atas bolehnya merayakan maulid Nabi dan berkumpul untuk mendengar sejarah Nabi, membaca shalawat dan salam untuk Nabi, mendengarkan puji-pujian yang diucapan untuk beliau, memberi makan (pada yang hadir) dan menyenangkan hati umat.

Lebih detail baca: حول الاحتفال بذكرى المولد النبوي للسيد محمد علوي المالكي

- Habib Mundzir Al Musawa dalam bukunya Kenalilah Aqidahmu membuat daftar panjang kalangan ulama dulu dan kontemporer (muta'akhirin) dan kitabnya yang menghalalkan perayaan Maulid Nabi Muhammad sebagai berikut:

Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi)
Syamsuddin Aljazriy dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif
Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy
Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
Ibn Abidin rahimahullah dalam syarahnya maulid ibn hajar
Ibnul Jauzi dengan karangan maulidnya yg terkenal al aruus
Al Qasthalaniy dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah
Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya Urfu at ta’rif bi maulid assyarif.
Al ’Iraqy dg maulidnya Maurid al hana fi maulid assana
Imam ibn hajar al haitsami dg maulidnya Itmam anni’mah alal alam bi maulid sayidi waladu adam
Ibrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar
Yusuf bin ismail An Nabhaniy dg Maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
Asyeikh Ali Attanthowiy dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa
Muhammad Al maghribi dg Maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.


III. HUKUM MAULID NABI MENURUT ULAMA WAHABI SALAFI

Adapun pendapat ulama Wahabi Salafi hampir seragam: merayakan maulid Nabi adalah bid'ah dhalalah. Dan haram.

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan:

لا يجوز الاحتفال بمولد الرسول صلى الله عليه وسلم ، ولا غيره ؛ لأن ذلك من البدع المحدثة في الدين ؛ لأن الرسول صلى الله عليه وسلم لم يفعله ، ولا خلفاؤه الراشدون ، ولا غيرهم من الصحابة ـ رضوان الله على الجميع ـ ولا التابعون لهم بإحسان في القرون المفضلة ، وهم أعلم الناس بالسنة ، وأكمل حباً لرسول الله صلى الله عليه وسلم ومتابعة لشرعه ممن بعدهم .
Artinya: Tidak boleh merayakan maulid (kelahiran) Nabi dan lainnya karena termasuk bid'ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi, khalifah yang empat, dan Sahabat lain dan tabi'in. Padahal mereka yang lebih tahu tentang sunnah dan lebih sempurna kecintaannya pada Rasul dan lebih mengikuti syariahnya daripada generasi setelahnya.[8]

Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyatakan:

فالاحتفال به يعتبر من البدعة وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم : " كل بدعة ضلالة " قال هذه الكلمة العامة ، وهو صلى الله عليه وسلم أعلم الناس بما يقول ، وأفصح الناس بما ينطق ، وأنصح الناس فيما يرشد إليه ، وهذا الأمر لا شك فيه ، لل يستثن النبي صلى الله عليه وسلم من البدع شيئاً لا يكون ضلالة ، ومعلوم أن الضلالة خلاف الهدى ، ولهذا روى النسائي آخر الحديث : " وكل ضلالة في النار " ولو كان الاحتفال بمولده صلى الله عليه وسلم من الأمور المحبوبة إلى الله ورسوله لكانت مشروعة ، ولو كانت مشروعة لكانت محفوظة ، لأن الله تعالى تكفل بحفظ شريعته ، ولو كانت محفوظة ما تركها الخلفاء الراشدون والصحابة والتابعون لهم بإحسان وتابعوهم ، فلما لم يفعلوا شيئاً من ذل علم أنه ليس من دين الله
Arti kesimpulan: Memperingati maulid Nabi itu bid'ah dhalalah (sesat).[9]

IV. KESIMPULAN HUKUM MAULID
Peringatan atau perayaan maulid Nabi adalah bi'dah karena tidak dilakukan pada zaman Nabi. Akan tetapi termasuk daripada bid'ah hasanah (hal baru yang baik) selagi apa yang dilakukan dalam peringatan maulid itu tidak bertentangan dengan spirit Al Quran, Sunnah, atsar Sahabat dan ijma' ulama.

Pandangan Wahabi bahwa segala sesuatu yang baru yang tidak ada pada zaman Nabi dianggap bi'dah sesat (dhalalah) adalah pandangan yang sempit. Karena para Sahabat banyak melakukan bid'ah. Seperti Abu Bakar dengan pengumpulan catatan Al Quran, Umar bin Khattab dengan tarawih dan Utsman bin Affan dengan pembukuan Al Quran yang dikenal dengan mushaf Utsmani.



Alkhoirot.net

====================
[1] Jalaluddin As-Suyuthi, Husnul Maqsad fi Amalil Maulid (حسن المقصد في عمل المولد)
[2] Mudhoffar adalah penguasa kawasan Irbil pada masa Shalahuddin Al Ayyubi. Nama lengkapnya Mudhofaruddin Abu Said Kukburi bin Zainuddin Ali bin Baktakin bin Muhammad (مظفر الدين أبو سعيد كوكبري بن زين الدين علي بن بكتكين بن محمد)
[3] Dr. Sulaiman bin Salim As Suhaimi dalam Al A’yad wa Atsaruha alal Muslimin
[4] Jalaluddin As-Suyuthi, ibid. Link: almoslem.net/modules.php?name=News&file=article&sid=27
[5] Ibid
[6] ibid
[7] Termasuk ulama muta'akhirin yang berani merayakan Maulid Nabi di Arab Saudi kendati dilarang oleh ulama Wahabi. Kitabnya dapat dibaca di sini: حول الاحتفال بذكرى المولد النبوي للسيد محمد علوي المالكي
[8] Lihat http://www.khayma.com/kshf/B/Moled.htm
[9] فتاوى الشيخ محمد الصالح العثيمين " إعداد وترتيب أشرف عبد المقصود

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenazah Tidak Wajib dimandikan Jika Bisa Mandi Sendiri

Hukum Menggunakan Jalan Umum untuk Hajatan Pernikahan

Pelaku Bom Bunuh Diri Bukan Mati Syahid