Ringkasan Perbedaan metode aqidah di kalangan madhab Imam ahmad





Pada dasarnya, perkembangan aqidah Ahlus-Sunnah wal Jamaah mempunyai suatu sorotan yang sangat panjang dan rumit. Ini perlu difahami secara manhaji (metodologi) dan kronologinya secara terperinci. Namun, dalam ruang yang ringkas ini, saya sertakan sedikit sorotan dengan bantuan Allah s.w.t..

Pada zaman AS-Salaf As-Sholeh, isu aqidah adalah suatu isu yang jarang dibahas secara terperinci oleh para ulama'. Ini karena, kebanyakan mereka bersikap wara' dari mendekati membahas-pembahasan berbentuk aqidah, terutama melibatkan masalah nas-nas mutasyabihat yang menjadi salah satu perselisihan ummah dalam masalah aqidah.

Namun, di sebagian tempat seperti Baghdad dan sebagainya, yang mana menyebar perselisihan dalam masalah aqidah, maka sebagian ulama' salaf cenderung untuk membahas masalah aqidah supaya menjadi panduan kepada umat Islam. di Antaranya adalah Imam Abu Hanifah, seorang ulama' yang terkenal dari kalangan ashaab ar-ra'yi. Kemudian, diteruskan pula oleh Imam At-Tahawi yang merupakan murid dari kedua murid Imam Abu Hanifah.

Berbeda dengan pendekatan Imam Malik yang tinggal di Madinah, di mana tidak berhadapan dengan krisis femahaman yang sangat rumit di banding di tempat-tempat yang lainnya. Maka, Imam Malik bersikap menjauhi pembahasan-pembahasan mendalam dan terperinci dalam masalah aqidah. adapun Imam As-Syafi'e yang berguru pada Imam Malik juga mempunyai pendekatan yang sama dengan Imam Malik. Namun, setelah beliau mempelajari manhaj Ar-Ra'yi dari kedua murid Imam Abu Hanifah, maka, Imam As-Syafi'e juga terlibat dalam berdebat dengan beberapa golongan yang sesat dalam masalah aqidah dengan pembahasan yang agak mendalam. Namun, beliau tidak menyusun suatu pembahasan lengkap dalam bidang aqidah tetapi lebih dalam bidang fiqh.

Adapun Imam Ahmad bin Hanbal r.a. adalah dari kalangan para ulama' hadith yang ikut menjauhi pembahasan-pembahasan aqidah secara mendalam. Sehingga beliau menolak pendetailan pembahasan aqidah termasuk dalam masalah Al-Qur'an sebagai kalam Allah. Beliau berselisih pendapat dengan beberapa ulama' besar dalam masalah aqidah terutama yang melibatkan masalah kalam Allah sehingga beliau menolak orang-orang yang mengklaim bahwa Al-Qur'an yang tercatat dalam mashaf sebagai makhluk sedangkan pendirian ini yang dipengang oleh para ulama' lain seperti Imam Al-Bukhari. Imam Ahmad tidak membenarkan sesiapapun membahas adanya pembedaan antara Al-Qur'an sebagai kalam Allah di sisi Allah (kalam nafsi) dengan text yang dibaca oleh manusia dan tertulis dalam mashaf. Ini menggambarkan pendirian wara' Imam Ahmad.

Oleh sebab itu,maka pendirian Imam Ahmad agak keras dalam masalah perbincangan aqidah dengan mendalam, maka, para pengikut mazhab beliau meneruskan pendekatan tersebut. Di samping itu, ilmu aqidah berkembang dalam tiga golongan imam yang lain yaitu kaum Syafi'iyyah, Malikiyyah dan Ahnaf (Hanafiyyah). Kebanyakan ulama' bermazhab AS-Syafi'e dan Maliki mengikut manhaj Imam Al-asy'ari dalam bidang aqidah. Kebanyakan ulama' bermazhab Hanafi mengikuti manhaj Imam Al-Maturidi dalam bidang aqidah. Ini kemudian membentuk ilmu kalam sunni.

Namun, sebagian kaum Hanabilah masih tidak dapat menerima kehadiran ilmu kalam versi sunni ini karena masih terikat dengan bentuk pemikiran tradisi Imam Ahmad ketika menghadapi ilmu kalam versi Mu'tazilah yang menyebabkan Imam Ahmad dipenjara kare na melawan femahaman mu'tazilah tersebut. Maka, kebanyakan Hanabilah terus mencurigai pembahasan ilmu kalam walaupun setelah ilmu kalam itu dimurnikan oleh golongan Al-Asya'irah dan Al-Maturidiyyah.

Namun, kaum Hanabilah tidak sejalan di antara mereka sendiri baik dalam masalah aqidah, usul maupun furu'. walau pun pada awalnya, kebanyakan mereka berpegang dengan pendirian yang tegas menolak ilmu kalam, walaupun itu kalam versi sunni, hal inilah yang  menyebabkan muncul kelompok Hanabilah yang berlebih-lebihan dalam memahami nas mutasyabihat secara literal sehingga membawa kepada faham tajsim. Maka, kemunculan golongan mujassimah dalam kalangan Hanabilah menyebabkan para ulama' Hanabilah lainnya mengunakan ilmu kalam juga untuk menolak Mujassimah Hanabilah tersebut.

Maka, kita bisa simpulkan dalam kelompok Hanabilah ini, pada beberapa pecahan:

Pertama: Mereka yang berpegang dengan manhaj asal Imam Ahmad r.a. yang wara' dalam masalah aqidah tetapi tidak juga melampaui batas yang menjadikan nereka jatuh ke lembah tajsim. di Antara mereka adalah seperti Imam Abu Fadhl At-Tamimi yang dekat dengan Imam Ibn Al-Baqillani Al-Asy'ari. Begitu juga dengan Ibn Qudamah walaupun memiliki sudut agak keras sedikit dalam pendirian beliau terutama dalam menolak ilmu kalam. Begitu juga dengan Ibn Rajab Al-Hanbali dan sebagainya.

Kedua: Sebagian ulama' Hanabilah yang berpegang dengan ilmu kalam versi Sunni seperti Al-Asya'irah dan Al-Maturidiyyah seperti Imam Ibn Adil Al-Hanbali, Imam Ibn Aqil Al-Hanbali, Imam Ibn Al-Jauzi Al-Hanbali, Sultanul Auliya Imam Abdul Qadir Al-Jailani dan sebagainya. Imam Ibn Al-Jauzi terutama, mempunyai kitab yang menolak sebagian Mujassimah yang bersembunyi di balik mazhab Hanbali.

Ketiga: Mereka adalah para Hanabilah yang mempunyai sudut kontroversi tersendiri. Sebagiannya jelas berfaham tajsim dan sebagiannya pula tidak jelas tetapi berpegang dengan manhaj memahami nas-nas mutasyabihat secara literal dan sangat keras terutama menolak Asya'irah  .di Antara mereka yang terawal adalah Al-Barbahari. Kemudian, Ibn Zaghuni, Al-Qadhi Abu Ya'la dan sebagainya. Kemudian, penerus mereka dalam versi baru (Isbat Ma'na Zahir) seperti Ibn Taimiyyah, muridnya Ibn Qayyim Al-Jauziyyah dan sebagainya.

Dua golongan terawal daripada Hanabilah diterima sebagai bagian daripada ahli sunnah wal jamaah. Adapun Hanabilah yang sudah terpengaruh dengan faham Tajsim apakah secara jelas ataupun tidak, maka, itu tidak dinisbahkan kepada ahli sunnah wal jamaah.

Adapun yang mengaku Salafi yang ada hari ini, mereka berbeda dalam tingkat femahaman agama mereka. Ada yang mengikut Ibn Taimiyyah dan Ibn Qayyim Al-Jauziyyah termasuk dalam bidang aqidah. Ini adalah golongan yang bahaya dalam masalah aqidah. Ada yang tidak memahami secara langsung aqidah Ibn Taimiyyah, tetapi hanya mengikuti pendekatan suka menuduh bid'ah dan sebagainya. tingkat ini berbeda dengan mereka yang bermasalah dalam bidang aqidah. 

Kesimpulan orang yang menganggap bahwa salafi hari ini lahir daripada Tariqoh Imam Ahmad bin Hanbal adalah tidak tepat karena mereka lebih mengikut Ibn Taimiyyah di banding Imam Ahmad. Sedangkan, dalam Hanabilah sendiri terpecah kepada tiga golongan. Hanya dua golongan saja yang benar2 dekat  dengan manhaj Imam Ahmad dan termasuk dalam Ahli Sunnah wal jamaah. Adapun yang terlibat dengan tajsim, maka, ianya tidak mengikuti Imam Ahmad sama sekali.

Wallahu a'lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenazah Tidak Wajib dimandikan Jika Bisa Mandi Sendiri

Hukum Menggunakan Jalan Umum untuk Hajatan Pernikahan

Pelaku Bom Bunuh Diri Bukan Mati Syahid