Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2012

BERHUKUM KEPADA SELAIN HUKUM ALLAH, KAFIRKAH ? :

Gambar
Pengantar Artikel ini sy dedikasikan kpd semua umat Islam yg mencintai kebanaran, khususnya saudara2ku yg -mungkin- terjangkiti virus khawarij, krn khawarij akan terus ada sampai datangnya dajjal sebagaimana ditegaskan dalam hadits berikut ini : Dari Abu Barzah, bahwa Rasulullah berkata: لاَ يَزَالُوْنَ يَخْرُجُوْنَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرَهُمْ “dan senantiasa mereka (kaum khawarij) akan muncul, hingga munculnya kelompok mereka yang terakhir.” Pada hadits ini terdapat lafazh tambahan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (hadits no. 37917); Ahmad (IV/424); Al-Bazzar (IX/294, 305); An-Nasa‘i dalam kitabnya As-Sunanul Kubra (hadits no. 3566), kemudian dalam kitab beliau Al-Mujtaba (hadits no. 4114); Ar-Ruyani (hadits no. 766), yang lafazhnya adalah: حَتَّى يَخْرُجَ آخِرُهُمْ مَعَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ "…hingga munculnya kelompok terakhir dari mereka (kaum Khawarij ini) bersama Al-Masih Ad-Dajjal.” بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَ

Ringkasan Perbedaan metode aqidah di kalangan madhab Imam ahmad

Gambar
Pada dasarnya, perkembangan aqidah Ahlus-Sunnah wal Jamaah mempunyai suatu sorotan yang sangat panjang dan rumit. Ini perlu difahami secara manhaji (metodologi) dan kronologinya secara terperinci. Namun, dalam ruang yang ringkas ini, saya sertakan sedikit sorotan dengan bantuan Allah s.w.t.. Pada zaman AS-Salaf As-Sholeh, isu aqidah adalah suatu isu yang jarang dibahas secara terperinci oleh para ulama'. Ini karena, kebanyakan mereka bersikap wara' dari mendekati membahas-pembahasan berbentuk aqidah, terutama melibatkan masalah nas-nas mutasyabihat yang menjadi salah satu perselisihan ummah dalam masalah aqidah. Namun, di sebagian tempat seperti Baghdad dan sebagainya, yang mana menyebar perselisihan dalam masalah aqidah, maka sebagian ulama' salaf cenderung untuk membahas masalah aqidah supaya menjadi panduan kepada umat Islam. di Antaranya adalah Imam Abu Hanifah, seorang ulama' yang terkenal dari kalangan ashaab ar-ra'yi. Kemudian, diteruskan pula oleh Imam At-Ta

Maksud Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid

Gambar
Di antara hujjah wahabi dalam mensyirikan dan mengharamkan pembutan masjid dekat quburan orang orang shalih adalah hadis Daripada aisyah r.a  "Laknat Allah kepada orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai masjid"  (Riwayat bukhari dan muslim) Memang Betul, hadis itu sohih...Tapi bagaimana maksud hadis itu... Orang-orang orientalis pun pandai membaca dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, tetapi salah faham dan memahaminya dengan salah, lalu menolak umat Islam dengan dalil-dalil tersebut. Perbuatan itu juga terlaknat dalam Islam. Persoalan pertama,  banyak mereka yang salah faham atau buruk sangka. Buruk sangka itu dosanya amat besar. bahkan, fitnah itu lebih besar dari membunuh, dari sudut kemudarathannya, dan semoga Allah s.w.t. memberi hidayah kepada mereka Adapun hukum ziarah kubur, itu jelas dibolehkan dalam Islam, kecuali sebagian golongan ghulluw dari kalangan Wahhabi yang mengharamkan ziarah kubur karena buruk sangka terhadap sesama muslim.

Gejala membid'ahkan masalah khilafiyah adalah buah kejahilan

Gambar
shaykh hamza yusuf Fenomena terburu-buru dalam sesuatu memang merupakan salah satu sifat yang amat tercela dalam Islam, kecuali dalam beberapa perkara yang disarankan oleh Rasulullah s.a.w. dalam hadis-hadis Baginda s.a.w.. Hakikatnya, selain dari perkara-perkara tersebut, terburu-buru dalam urusan merupakan suatu bentuk tipu daya syaitan terhadap manusia. Fokus utama di sini ialah mengenai gejala sebagian penuntut ilmu dewasa ini, yang lagi dalam proses pembelajaran dalam bidang ilmu agama Islam, namun sudah pandai mengkritik, menyalahkan dan berdebat dalam perkara-perkara yang diperselisihkan ulama’ mengenainya. Barangkali, mereka merasakan, setelah membaca beberapa buku sebagian para ulama’ yang mengkritik dan membuat ulasan ilmiah terhadap suatu perkara ilmiah tersebut, mereka sudah merasa cukup untuk terlibat sama dalam menyuarakan pandangan mereka, sekaligus meletakkan diri mereka setaraf dengan para ulama’. Golongan penuntut ilmu yang bersikap demikian memang tidak dapat menjadi