UngkapaN Sunni Al-Maturidi pada ayat "Ar-Rahmanu` alal `Arsy Istawa"
Berkata Abu Manshur alMaturidy:
وأما الأصل عندنا في ذلك أن الله تعالى قال ليس كمثله شيء فنفى عن نفسه شبه خلقه وقد بينا أنه في فعله وصفته متعال عن الأشباه فيجب القول بالرحمن على العرش استوى على ما جاء به التنزيل ونفي عنه شبه الخلق بما أضاف إليه, إذ جاء به التنزيل وثبت ذلك في العقل ثم لا نقطع تأويله على شيء لاحتماله غيره مما ذكرنا وإحتماله أيضا ما لم يبلغنا مما يعلم أنه غير محتمل شبه الخلق ونؤمن بما اراد الله به وكذلك في كل أمر ثبت التنزيل فيه نحو الرؤية وغير ذلك يجب نفى الشبه عنه والإيمان بما أراده من غير تحقيق على شيء دون شيء والله الموفق
: "Prinsip kami mengenai hal ini (memahami sifat-sifat Allah) adalah bahwa Allah (تعالى) mengatakan: Dia tidak menyerupai apa pun, sehingga Ia menafikan dari dzatNya mempunyai kemiripan dengan ciptaan-Nya.Kami sudah menjelaskan bahwa Dia dalam tindakan-Nya dan atribut maha tinggi dari adanya keserupaan,dengan alasan ini,maka kita wajib mengatakan tentang"الرحمن على العرش [طه / 5] "" Ar-Raĥmaanu ala-l-Arshi-stawaa "(Tahaa, 5) dengan istawa sebagaimana datangnya [lafad yang diturunkan], dan menafikan adanya kemiripan dengan ciptaan pada sesuatu yang di sandarkan padaNya. Hal ini karena telah datang wahyu, dan itu di tetapkan oleh akal (yaitu "istawa" tanpa Dia berada di tempat, arah atau lokasi karena hal itu bukan hal yang tidak mungkin menurut akal.) Kemudian tidak menetapkan interpretasi apapun untuknya dengan intrepetasi secara qot'i/pasti, karena ada kemungkinan adanya makna lain dari kemungkinan-kemungkinan yang telah kami sebutkan, atau ada sesuatu kemungkinan yang berbeda karena adanya sesuatu yang tidak sampai kepada kita dari makna yang juga tidak mengandung kemiripan dengan ciptaan-Nya. maka kami percaya pada firman Allah dengan makna sebagaimana DIA kehendaki, dan begitu juga cara untuk berurusan dengan nas sifat yang telah dikukuhkan oleh wahyu, seperti tentang bisanya melihat dzat Allah,dan yang semisalnya, di mana kita harus menafikan adanya segala kemiripan dengan ciptaan, dan mempercayai/iman sebagaiman yang allah maksudkan tentang arti sebenarnya dari lafad itu, dengan tanpa menyatakan otentikasi arti khusus pada lafad itu atas arti yang lainnya wallaohul muwafiq. (Kitab al-Tauhid 74).
Referensi:
-Abu Mansur Abdul Qahir Al-Baghdadi (429 H). U sul-al-Din. Istanbul, Turki: Daar Al-Funuun Al-Turkiyah, 1346/1928. Beirut, Lebanon: Dar Al-Kotob Al-ilmiyah, 1981/1401.
-Abu Mansur Al-Maturidi (333 AH) Kitab al-Tauhid.. Turki: Markaz al Buhuth al Islamiyyah, Wakaf Diyanah Turkiyah.
Catatan:
Surah Taha, 5; lafadnya adalah: Al-Rahman `ala l-` Arsh istawa. Jika diterjemahkan secara harfiyah : Al-Rahman (Yang Maha Penyayang) `ala (di) Al-` Arsy (Singgasana) istawa (didirikan sendiri dengan semayam); "yang maha Penyayang berdiri sendiri dengan semayam di singgasana". Ini bukan arti sebenarnya dari pernyataan itu,karena Bahasa Arab tidak terbatas pada makna ini. Sebaliknya kata kerja "istawa" dalam bahasa Arab memiliki sekitar 14 makna yang berbeda. Selain itu, kata Al-`Arsy tidak selalu bermakna" singgasana ", bisa juga berarti" qoharo atau almulku ", . Abdul Qahir Al-Baghdadi mengatakan dalam kitabnya Ushul al-Din, secara ringkas: "Rekan-rekan kami berbeda tentang ayat ini. di antaranya mengatakan bahwa itu adalah salah satu ayat yang mutasyabihat yang maknanya tidak diketahui oleh selain Allah, dan ini adalah perkataan Imam Malik (dan Abu Mansur Al Maturidi, seperti yang terlihat di atas). dan yang Lainnya mengatakan bahwa istawa adalah sesuatu yang Allah lakukan terhadap `ArsyNya dengan sifat istawa,bukan menempatinya dan ini adalah perkataan Abul-Hasan Al-Asy` ari. yang Lain lagi mengatakan bahwa istawa berart di atas Arsy tanpa bersentuhan (yaitu dalam makna status, ketinggian bukan fisik.) Yang benar dalam pandangan kami, adalah bahwa Al-` Arsy dalam Ayat yang berarti kekuasaan dan istawa adalah tindakan, yang berarti bahwa yang menguasainya tidak menetap di arasy da tidak ada yang lebih tinggi kecuali Dia (Ushul al-Din 112-113).
TANYA JAWAB
Wahabi berkata: Para Jahmiyah yang pertama dan yang memulai menafikan adanya Allah di atas ciptaan-Nya, di atas Arsy, dan mereka yang pertama kali menyangkal sifat Fi'liyyah atau af'aal iktiyaariyyah (tindakan-tindakan Allah yang terikat pada kehendak-Nya dan pilihanNya) - dan ini terjadi lebih dari satu atau dua abad sebelum Asy'ariyah bahkan Salaf berdiri menolak kepalsuan mereka ,dan justru dengan menafikan tempat dan arah itu sama dengan menafikan keberadaanNya...!!
Komentar: Sekali lagi, Asħariyyah tidak menafikan ketinggian Allah, Mereka cuma mengatakan bahwa ketinggianNya adalah mutlak dan perlu, karena ketinggian Allah itu dalam status,keringgian ini tidak tergantung pada keberadaan makhluk/ciptaan, karena itu tidak mungkin ada sesuatu yang memiliki status lebih tinggi dari Allah, tidak seperti ketinggian Wahabi yang memhami secara lokasi, yang tergantung pada keberadaan makhluk. Pendapat bahwa barang siapa yang menafikan tempat dan arah bagi Allāh itu sama dengan menafikan keberadaan-Allah, maka jelas ini tidak valid karena Allāh ada sebelum semua itu ada, yaitu sebelum ada tempat atas, bawah, depan, belakang, kiri dan kanan. Sebaliknya, Dia ada sebelum seluruh ciptaan ada menurut konsensus ulama salaf dan kholaf. maka Bagaimana seseorang berpikiran bahwa yang menafikan Allah dari kaitan dengan 6 arah dan tempat adalah sama dengan menafikan keberadaan-Nya?! dan Bagaimana bisa dibayangkan keberadaan Allāh yang Abadi itu tergantung pada hal yang memiliki awal, atau tergantung pada sesuatu yang Dia ciptakan?!?
Ashariyyah bukan madhab yang dimulai oleh Abu Hasan al-Asħariyy. Mereka adalah Ahlu-s-Sunnah yang sudah ada sebelumnya dan karena Abu al-Hasan yang membuat konsep untuk membela keyakinan Ahlussunnah utk melawan bidat faham seperti Anda, maka di kenal lah istilah asyariyah.........
Komentar
Posting Komentar